Shofi Farado
Assalamu’alaikumWr. Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya sehingga makalah “Peran Guru Menghadapi Perilaku Menyimpang Siswa”
dapatselesaikandenganbaik.
Sholawat serta salam semoga senantiasa
tercurahkan padaNabi Muhammad SAW yang selalu kita harapkansyafa’atnyakelak di
yaumilqiyamah, Amin.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada
pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah “Peran Guru Menghadapi Perilaku Menyimpang Siswa”
dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan
dan kesalahan, sehingga penulis mengharapkan kritikdan saran daripembaca.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kitas semua, baik untuk penulis pada khususnya dan pembaca pada
umumnya.
Semarang,
13 juni 2014
Penulis
Dalam kehidupan para remaja sehari-hari, selalu diselingi dengan tindakan
positif dan negatif baik di lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
Remaja merupakan usia dimana seseorang berada berada di masa peralihan dari
masa kanak-kanak menuju ke masa dewasa. Dengan pribadi yang belum matang atau masih labil, remaja sering menimbulkan
masalah, baik bagi dirinya sendiri, keluarga, maupun masyarakat.masalah yang
timbul dikarenakan mereka belum berpengalaman dalm mengatasi masalah sendiri,
sebab pada saat masih kanak-kanak masalah yang dihadapi mereka lebih banyak
diatasi oleh orang dewasa, yaitu orang tua atau guru. Kenakalan remaja sering diartikan dengan suatu
tindakan yang melanggar norma, baik norma hokum maupun norma social.
Bicara mengenai perilaku menyimpang/negatif siswa merupakan suatu masalah yang cukup
menarik untuk dibahas. Remaja merupakan generasi muda yang menjadi asset Negara
dan merupakan tumpuan harapan bagi masa depan Bangsa dan Negara maupun agama.
Maka sudah menjadi bagi kewajiban bagi orang tua, pendidik (guru), pemerintah,
dan kita semua untuk mempersiapkan generasi muda yang berwawasan luas dan
berakhlak baik serta bertanggungjawab secara moral.
Kini tuntutan pendidikan semakin meningkat. Untuk itu ada pendidikan dan
pembinaan moral terhadap remaja sebagai penerus Bangsa agar memiliki akhlak
yang baik dan bertanggungjawab. Namun pada kenyataannya, semakin berkembangnya
ilmu pengetahuan dan teknologi membuat remaja lebih sensitif dalam menanggapi
hal itu. Pada akhirnya tek sedikit remaja yang terjerumus ke hal-hal
yang bertentangan dengan nilai-nilai moral, norma agama, norma sosial serta
norma hidup dimasyarakat oleh karena itu remaja akan cenderung mempunyai
tingkah laku yang tidak wajar dalam arti melakukan tindakkan yang tidak pantas.
Remaja dalam pembahasan kali ini, yakni siswa-siswi SMA atau Sederajat kelas 1-3.
Pada saat berada di sekolah ada sosok yang begitu dominan berpengaruh
bagi siswa, yakni guru. Guru merupakan seseorang yang memberikan ilmunya secara
langsung kepada siswa pada saat KBM. Guru diharapkan tidak saja memberikan ilmu
akademik, namun juga memberikan ilmu-ilmu kepribadian atau penanaman karakter
pada tiap-tiap siswanya.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis memberikan judul
makalah ini dengan , “ Peran Guru Dalam Menyikapi Perilaku Menyimpang Siswa”.
1. Apa
itu Perilaku Menyimpang siswa?
2. Apa
saja Penyebab perilaku Menyimpang?
3. Apa
dampak perilaku menyimpang siswa?
4. Bagaimana
peran guru dalam menyikapi perilaku menyimpang siswa?
1. Mengetahui
Pengertian Perilaku menyimpang Siswa.
2. Mengetahui
Penyebab Perilaku menyimpangSiswa.
3. Mengetahui
dampak perilaku meyimpang siswa
4. Mengetahui
Peran Guru dalam menyikapi perilaku menimpang siswa.
Dewasa ini , perilaku menyimpang yang dilakukan remaja sering kita
temukan. Kasus pencurian, penyalahgunaan narkoba, tawuran, kekerasan hingga
seks bebas di kalangan remaja sudah tidak asing kita dengar dan liha beritanya.
Perilaku negative/ menyimpang yang juga biasa dikenal dengan nama penyimpangan
social adalah perilaku social yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan
atau kepatutan, baik dalam sudut pandang
kemanusiaan(agama) secara individu maupun pembenaranya sebagai bagian
dari mahluk social.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia
perilaku menyimpang diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan
seseorang terhadap lingkungan yng bertentangan dengan norma-norma dan hukum
yang didalam masyarakat.
Menurut Bruce J.Cohen perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang
tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak mesyarakat atau
kelompok tertentu dalam masyarakat. Sedangkan menurut Paul B.Horton
mengutarakan bahwa penyimpangan adalah setiap perilaku sebagai pelanggaran terhadap norma-norm kelompok atau
masyarakat. Selanjutnya Menurut Dr. Saparina Sadli tingkah laku menyimpang
adalah tingkah laku yang keluar dari norma-norma sosial. Pendapat ini tentunya
dari persepsi sosial, karena cap terhadap suatu tingkah laku menyimpang
ditentukan oleh norma-norma yang dianut oleh masyarakat dimana anak hidup dan
berkembang.
Dari definisi-definisi diatas tentang apa itu perilaku menyimpang,
penulis mendefinisikan bahwa perilaku menyimpang siswa ialah perilaku,
perbuatan siswa yang tidak selaras dengan tatanan peraturan baik yang tertulis
maupun tidak tertulis. Tingkah laku seseorang siswa dapat dikatakan menyimpang
bilamana tingkah laku tersebut dapat merugikan dirinya sendiri maupun
siswa lain, guru, orang lain dan juga melanggar aturan-aturan,
nilai-nilai, dan norma-norma, baik norma agama, norma hukum, norma adat.
Tingkah laku menyimpang dapat terjadi dimana-mana, dan kapan saja, baik di
sekolah, dalam keluarga maupun dalam kehidupan di masyarakat.
Perilaku menyimpang siswa bermacam-macam,dari yang berskala individu seperti mencontek, membolos, mencuri , tidak
mematuhi seragam sampai berskala massa, seperti tawuran dsb. Sebagai seseorang
yang lebih dewasa, jika kita melihat ini, tentunya ini merupakan hal yang
sangat memprihatinkan. Kita tidak tidak acuh dan membiarkan perilaku menyimpang
siswa terjadi begitu saja kepada generasi penerus kita.
Seorang siswayang notabene berasal dari masyarakat , berada disekolah
bertujuan untuk mendapatkan ilmu , lantas mengamalkan kembali kepada masyarakat
sesuai dengn bekal ilmu masing-masing .untuk mewujudkan ini tentunya perilaku
menyimpang siswa ini harus dilawan karena menimbulkan kerugian-kerugian sangat
besar dan melenceng dari arah tujuan
pendidikan bangsa Indonesia.
. Faktor-faktor yang mendorong seseorang untuk berbuat
sesuatu dinamai motivasi. Tingkah laku tidak disebabkan oleh satu motivasi saja
melainkan berbagai motivasi kita ambil contoh, anak nakal mungkin disebabkan
ingin balas dendam terhadap orang tua, karena orang tua, terlalu otoriter atau
kejam.
Orang tua yang tidak pernah memberikan kasih rofes
dan perhatian, atau orang tua yang tidak adil terhadap rofes anak-anaknya.
Mungkin juga kenakalan itu karena tidak mearsa bebas dan betah di rumah. Lalu
mencari kebebasan dan kebetahan di luar rumah dengan berbagai kelakuan yang
mungkin menarik perhatian orang lain dan menyakitkan hati masyarakat.
Berhubung banyaknya rofes yang mempengaruhi tingkah
laku menyimpang siswa tersebut maka
penulis akan membahas dari beberapa sudut, yaitu :
a)
Faktor dari dalam diri anak itu sendiri.
b)
Faktor dari lingkungan keluarga.
c)
Faktor dari masyarakat.
d) Faktor
yang berasal dari sekolah.
Adapun rofes yang berasal dari dalam diri anak
sendiri, yaitu :
1)
predisposing factor : yaitu rofes
kelainan yang dibawa sejak lahir, seperti : cacat keturunan fisik maupun
psikis.
2)
Tingkah laku menyimpang yang mendapat
penguatan lingkungan.
3)
Lemahnya
kemampuan pengawasan diri terhadap lingkungannya.
4)
Kurangnya kemampuan untuk menyesuaikan
diri.
5)
Kurang sekali dasar-dasar keagamaan
didalam diri, sehingga sukar mengukur norma-norma luar atau memilih norma yang
baik di lingkungan masyarakat.
6)
Mempunyai
masalah yang tidak terpecahkan.
7)
Potensi kecerdasannya rendah, sehingga
tidak mampu memenuhi tuntutan akademik sebagaimana yang diharapkan akibatnya
mengalami frustasi, konflik batin dan rendah diri.
8)
Tidak menemukan model atau rofes yang
dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Keluarga merupakan sumber utama atau lingkungan yang
utama penyebab tingkah laku menyimpang pada remaja. Hal ini disebabkan karena
anak itu hidup dan berkembang pertama sekali dari pergaulan keluarga yaitu
hubungan antara orang tua dengan anak, ayah dengan ibu dan hubungan anak dengan
keluarga yang lain. Keadaan keluarga yang besar jumlahnya berbeda dengan
keluarga yang kecil. Oleh karena itu rofes yang mempengaruhi dari lingkungan
keluarga adalah :
1)
Anak kurang mendapatkan kasih rofes dan
perhatian orang tua, sehingga hal yang amat dibutuhkannya terpaksa ia cari dari
luar rumah.
2)
Lemahnya keadaan ekonomi orang tua, yang
menyebabkan tidak mampu mencukupi kebutuhan anak-anaknya, terutama sekali pada
remaja yang penuh dengan keinginan-keinginannya, keindahan-keindahan dan
cita-cita.
3)
Kehidupan keluarga yang tidak harmonis,
keluarga yang harmonis adalah apabila struktur keluarga itu utuh dan interaksi
diantara anggota keluarga berjalan dengan baik.
4)
Orang tua yang bersifat otoriter dalam
mendidik anak.
5)
Tuntutan orang tua terlalu tinggi atau
tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki anak.
6)
Kehadiran anak dalam keluarga tidak
diinginkan, sehingga orang tua tidak menyayanginya.
7)
Anak
diperlukan seperti anak kecil oleh orang tuanya atau orang dewasa lainnya,
sehingga mereka tidak dapat mandiri dan tidak bebas dalam mengemukakan
pendapatnya sendiri sesuai dengan kemauan dan potensi yang ada pada diri si
anak.
Adapun rofes yang mempengaruhi dari masyarakat
adalah :
1)
Kurangnya pelaksanaan ajaran-ajaran
agama secara konsekwen.
2)
Masyarakat yang kurang memperoleh
pendidikan, hal ini sebagian besar disebabkan karena bangsa kita sudah amat
lama dijajah.
3)
Kurangnya pengawasan terhadap anak
didik, sebagian anak didik beranggapan bahwa orang tua dan guru terlalu dekat
sehingga tidak rofes kebebasan baginya. Sebagian lagi mengatakan bahwa orang
tua mereka dan bahkan guru tidak pernah memberikan pengawasan terhadap tingkah
laku mereka sehingga menimbulkan kenakalan.
4)
Pengaruh
norma-norma baru dari luar. Kebanyakan anggota masyarakat beranggapan bahwa
setiap norma yang baru datang dari luar, itulah yang benar. Masyarakat mudah
menerima norma-norma baru itu dan hanya sedikit memfilternya.
5)
Adanya contoh atau model lingkungan
masyarakat yang kurang menguntungkan bagi perkembangan anak didiknya, misalnya
main judi, minuman keras, kekerasan dan sebagainya.
6)
Media cetak atau media elektronik yang
beredar secara bebas sebenarnya belum layak buat anak didik yang masih belum
tau apa-apa, misalnya berupa gambar porno, cerita porno dan cabul.
1)
Adapun rofes yang berasal dari sekolah
adalah tuntutan kurikulum yang terlalu tinggi dan terlalu rendah dibandingkan
dengan kemampuan rata-rata anak yang bersangkutan.
2)
Longgarnya
disiplin sekolah yang menyebabkan terjadinya pelanggaran peraturan yang ada.
Sarana dan prasarana sekolah kurang memadai, akibatnya aktivitas anak sangat
terbatas. Hal ini menimbulkan perasaan tidak puas bagi anak dan memicu
terjadinya perilaku menyimpang.
3)
Ekonomi guru merupakan sumber
terganggunya pendidikan murid-murid. Jika keadaan ekonomi guru morat marit
tentu ia berusaha untuk mencukupi biaya hidupnya diluar sekolah dengan kata
lain guru kurang bertanggung jawab terhadap siswanya.
4)
Norma-norma pendidikan dan kekompakan
guru di dalam mengatur anak didik perlu norma-norma yang sama bagi setiap guru
dan norma tersebut harus dimengerti oleh anak didik. Jika diantara guru
terdapat perbedaan norma dalam mendidik, hal ini merupakan sumber timbulnya
kenakalan anak-anak atau perilaku menyimpang sebab guru tidak kompak dalam
menentukan aturan dan teknik mengarahkan.
Setiap
perilaku pasti berdampak bagi sesuatu. Begitupun dengan sikap penyimpangan
siswa ini. Berikut poin-poin terkait dampak penyimpangan sikap siswa;
a)
Dampak bagi pelaku
1)
Memberikan pengaruh psikologis atau
penderitan kejiwaan serta tekanan mental terhadap pelaku karena di kucilkan
dalam kelas maupun masayarakt.
2)
Dapat menghancurkan masa depan pelaku
penyimpangan
3)
Dapat menjauhkan diri dari Tuhan dan
mendekatkn diri dengan dosa.
4)
Perbutan yang dilakukn dapat
mencelakakan dirinya sendiri
5)
Menghambat prestasi
b)
Dampak bagi siswa/orang lain
1)
Dapat menggangu keamaann, ketertiban,
dan ketidakharmonisan dalam kelas
2)
Merusak tatanan nili, norma dan berbagai
pranata sekolah
3)
Menimbulkan beban psikologis keluarga
pelaku
4)
Merusak unsure-unsur budaya
Perilaku menyimpang
siswa tidak saja kita lihat sebagai suatu fenomena perilaku negative siswa , kita harus melawanya salah
satunya yakni dengan pengembangan karakter peserta didik di sekolah, guru
memiliki posisi yang strategis sebagai pelaku utama. Guru merupakan sosok yang
bisa digugu dan ditiru atau menjadi idola bagi peserta didik. Guru bisa menjadi
sumber inpirasi dan motivasi peserta didiknya. Sikap dan prilaku seorang guru
sangat membekas dalam diri siswa, sehingga ucapan, karakter dan kepribadian
guru menjadi cermin siswa. Dengan demikian guru memiliki tanggung jawab besar
dalam menghasilkan generasi yang berkarakter, berbudaya, dan bermoral.
Tugas-tugas manusiawi itu merupakan transpormasi, identifikasi, dan pengertian
tentang diri sendiri, yang harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam
kesatuan yang organis, harmonis, dan dinamis.
Ada beberapa strategi
yang dapat memberikan peluang dan kesempatan bagi guru untuk memainkan
peranannya secara optimal dalam hal pengembangan pendidikan karakter peserta
didik di sekolah, sebagai berikut.
1) Optimalisasi peran guru dalam proses pembelajaran.
Guru tidak seharusnya menempatkan diri sebagai rofe yang dilihat dan didengar
oleh peserta didik, tetapi guru seyogyanya berperan sebagai sutradara yang
mengarahkan, membimbing, memfasilitasi dalam proses pembelajaran, sehingga
peserta didik dapat melakukan dan menemukan sendiri hasil belajarnya.
2) Integrasi materi pendidikan karakter ke dalam mata
pelajaran. Guru dituntut untuk perduli, mau dan mampu mengaitkan konsep-konsep
pendidikan karakter pada materi-materi pembelajaran dalam mata pelajaran yang
diampunya. Dalam hubungannya dengan ini, setiap guru dituntut untuk terus
menambah wawasan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pendidikan karakter,
yang dapat diintergrasikan dalam proses pembelajaran.
3) Mengoptimalkan kegiatan pembiasaan diri yang
berwawasan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia. Para guru (rofess
program) melalui program pembiasaan diri lebih mengedepankan atau menekankan
kepada kegiatan-kegiatan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia yang
kontekstual, kegiatan yang menjurus pada pengembangan kemampuan afektif dan
psikomotorik.
4) Penciptaan lingkungan sekolah yang kondusif untuk
tumbuh dan berkembangnya karakter peserta didik. Lingkungan terbukti sangat
berperan penting dalam pembentukan pribadi manusia (peserta didik), baik
lingkungan fisik maupun lingkungan spiritual. Untuk itu sekolah dan guru perlu
untuk menyiapkan fasilitas-fasilitas dan melaksanakan berbagai jenis kegiatan
yang mendukung kegiatan pengembangan pendidikan karakter peserta didik.
5) Menjalin
kerjasama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam pengembangan
pendidikan karakter. Bentuk kerjasama yang bisa dilakukan adalah menempatkan
orang tua peserta didik dan masyarakat sebagai fasilitator dan nara sumber
dalam kegiatan-kegiatan pengembangan pendidikan karakter yang dilaksanakan di
sekolah.
6) Menjadi rofes teladan bagi peserta didik. Penerimaan
peserta didik terhadap materi pembelajaran yang diberikan oleh seorang guru,
sedikit tidak akan bergantng kepada penerimaan pribadi peserta didik tersevut
terhadap pribadi seorang guru. Ini suatu hal yang sangat manusiawi, dimana
seseorang akan selalu berusaha untuk meniru, mencontoh apa yang disenangi dari
model/pigurnya tersebut. Momen seperti ini sebenarnya merupakan kesempatan bagi
seorang guru, baik secara langsung maupun tidak langsung menanamkan nilai-nilai
karakter dalam diri pribadi peserta didik. Dalam proses pembelajaran,
intergrasi nilai-nilai karakter tidak hanya dapat diintegrasikan ke dalam
subtansi atau materi pelajaran, tetapi juga pada prosesnya
Guru,seharusnya
bukan hanya menitik beratkan pada transfer ilmu kepada siswanya tetapi juga
harus bisa membentuk karakter siswa yang jauh dari hal-hal rofessi, sehingga
pantas menjadi calon pemimpin di masa yang akan datang, bukan membentuk
generasi “rusak” yang penuh dengan kenakalannya.
Sardiman (2001:142) menyatakan bahwa ada rofessi peran guru, yaitu:
1) Informator,
guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar rofessiona, laboratorium, studi
lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
2) Organisator,
guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran dan lain-lain.
3) Motivator,
guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk
mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta
(kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar.
4) Director,
guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai
dengan tujuan yang dicita-citakan.
5) Inisiator,
guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
6) Transmitter,
guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan.
7) Fasilitator,
guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar.
8) Mediator,
guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
9) Evaluator,
guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik
maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak
didiknya berhasil atau tidak.
Sedangkan
menurut WF Connell (1972) membedakan tujuh peran seorang guru yaitu:
1) pendidik (nurturer),
Peran guru sebagai pendidik (nurturer) merupakan
peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas rofes bantuan dan dorongan
(supporter), tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta
tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi
patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan
masyarakat. Tugas-tugas ini berkaitan dengan meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan anak untuk memperoleh pengalaman-pengalaman lebih lanjut seperti
penggunaan kesehatan jasmani, bebas dari orang tua, dan orang dewasa yang lain,
moralitas tanggungjawab kemasyarakatan, pengetahuan dan keterampilan dasar, persiapan.untuk perkawinan dan hidup
berkeluarga, pemilihan jabatan, dan hal-hal yang bersifat personal dan
spiritual. Oleh karena itu tugas guru dapat disebut pendidik dan pemeliharaan
anak. Guru sebagai penanggung jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap
aktivitas anak-anak agar tingkat laku anak tidak menyimpang dengan norma-norma
yang ada.
2) Model
Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak.
Setiap anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya.
Oleh karena itu tingkah laku pendidik baik guru, orang tua atau tokoh-tokoh
masyarakat harus sesuai dengan norma-norma yang dianut oleh masyarakat, bangsa
dan rofes. Karena nilai nilai dasar rofes dan bangsa Indonesia adalah
Pancasila, maka tingkah laku pendidik harus selalu diresapi oleh nilai-nilai
Pancasila.
3) pengajar dan pembimbing
Peranan guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam
pengalaman belajar. Setiap guru harus memberikan pengetahuan, keterampilan dan
pengalaman lain di luar fungsi sekolah seperti hasil belajar yang berupa tingkah
laku pribadi dan spiritual dan memilih pekerjaan di masyarakat, hasil belajar
yang berkaitan dengan tanggung jawab rofes tingkah laku rofes anak. Kurikulum
harus berisi hal-hal tersebut di atas sehingga anak memiliki pribadi yang
sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dianut oleh bangsa dan negaranya,
mempunyai pengetahuan dan keterampilan dasar untuk hidup dalam masyarakat dan
pengetahuan untuk mengembangkan kemampuannya lebih lanjut.
4) pelajar (learner)
Seorang guru dituntut untuk selalu menambah pengetahuan
dan keterampilan agar supaya pengetahuan dan keterampilan yang dirnilikinya
tidak ketinggalan jaman. Pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai tidak hanya
terbatas pada pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan tugas rofessional,
tetapi juga tugas kemasyarakatan maupun tugas kemanusiaan. Sedangkan peranan
guru yang lain adalah sebagai komunikator pembangunan masyarakat. Seorang guru
diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan di segala bidang yang sedang
dilakukan. Ia dapat mengembangkan kemampuannya pada bidang-bidang dikuasainya.
5) komunikator terhadap masyarakat setempat
6) pekerja administrasi
Seorang guru tidak hanya sebagai pendidik dan
pengajar, tetapi juga sebagai administrator pada bidang pendidikan dan
pengajaran. Oleh karena itu seorang guru dituntut bekerja secara administrasi
teratur. Segala pelaksanaan dalam kaitannya proses belajar mengajar perlu
diadministrasikan secara baik. Sebab administrasi yang dikerjakan seperti
membuat rencana mengajar, mencatat hasil belajar dan sebagainya merupakan
dokumen yang berharga bahwa ia telah melaksanakan tugasnya dengan baik.
7) kesetiaan terhadap lembaga.
perilaku menyimpang siswa ialah perilaku, perbuatan siswa yang tidak
selaras dengan tatanan peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis.
Tingkah laku seseorang siswa dapat dikatakan menyimpang bilamana tingkah laku
tersebut dapat merugikan dirinya sendiri maupun siswa lain, guru, orang lain dan juga melanggar aturan-aturan,
nilai-nilai, dan norma-norma, baik norma agama, norma hukum, norma adat.
Tingkah laku menyimpang dapat terjadi dimana-mana, dan kapan saja, baik di
sekolah, dalam keluarga maupun dalam kehidupan di masyarakat. Perilaku
menyimpang siswa bermacam-macam,dari yang berskala individu seperti mencontek, membolos, mencuri , tidak
mematuhi seragam sampai berskala massa, seperti tawuran dsb.
Factor-faktor yang memperngaruhiny berasal dari berbagai dimensi, seperti
factor dari siswa itu sendiri, factor keluarga, factor lingkungan/masyarakat,
factor sekolah. Perilaku ini juga berdampak bagi siswa itu sendiri seperti akan
menghambat prestasi dan juga berdampak bagi siswa/orang lain seperti merusak
suasana kondusif.
Hal solutif mengenai fenomena ini adalah dengan pengembangan karakter
peserta didik di sekolah, guru memiliki posisi yang strategis sebagai pelaku
utama. Guru merupakan sosok yang bisa digugu dan ditiru atau menjadi idola bagi
peserta didik. Guru bisa menjadi sumber inpirasi dan motivasi peserta didiknya.
Sikap dan prilaku seorang guru sangat membekas dalam diri siswa, sehingga
ucapan, karakter dan kepribadian guru menjadi cermin siswa. Dengan demikian
guru memiliki tanggung jawab besar dalam menghasilkan generasi yang
berkarakter, berbudaya, dan bermoral
DAFTAR PUSTAKA
Soejipto, Raflis
Koesasih.1999.Profesi Keguruan.Bandung;Rineka
Cipta
Amirdapir.blogspot.com
Joni, T
raka.1996.Pembelajaran Terpadu.Jakarta; Dirjen Dikti Bgian Proyek
Tidak ada komentar:
Posting Komentar